sectio secarea

8 Juni 19sc

2.2 KONSEP DASAR TEORI SECTIO CAESAREA

2.2.1Definisi
Suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 5000 gr. (Hanifa Wiknjoesastro, 2000, hal : 133)2.2.2 Istilah
a.Seksio Sesarea Primer (efektif)
Dari semula telah direncanakan bahwa bayi akan dilahirkan secara seksio sesarea, tidak diharapkan lahi kelahiran biasa, misalnya pada panggul sempit (CV kurang dari 8 cm).b.Seksio sesarea Sekunder
Dalam hal ini kita mencoba bersikap menunggu kelahiran biasa (partus percobaan), bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal, baru dilakukan seksio Sesarea.
c.Seksio Sesarea Ulang (repeat caesarian section)
Ibu pada kehamilan yang lalu seksio Sesarea (previous caesarian section) dan pada kehamilan selanjutnya juga dilakukan seksio Sesarea ulang.
d.Seksio Sesarea Histerektomi (caesarian section hysterectomy)
Adalah suatu operasi, dimana setelah janin dilahirkan dengan seksio Sesarea langsung dilakukan histerectomi oleh karena suatu indikasi.
e.Operasi Porro (porro operation)
Adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (tentunya janin sudah mati), dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi rahim berat.
Seksio Sesarea oleh ahli disebut Obstetric Panacea, yaitu obat atau terapi ampuh dari semua masalah obstetri.

2.2.3.Indikasi
a.Placenta priveria sentralis dan lateralis (posterior)
b.Panggul sempit
Holmer mengambil batas terendah untuk melahirkan janin vias naturalis indah CV : 8 cm. panggul dengan CV : 8 cm dapat dipastikan tidak dapat melahirkan janin yang normal, harus diselesaikan dengan sesio Sesarea. CV antara 8-10 cm boleh dicoba dengan partus percobaan, baru setelah gagal boleh dilakukan sesio Sesarea sekunder.
c.Disproporsi Cevalu-Pelvik, yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan panggul.
d.Ruptura uteru mengancam.
e.Partus lama (prolonged labour).
f.Partus tak maju (obstructed labour).
g.Distosia serviks.
h.Pre-eklampsi janin :
1)Letak lintang
Grenhill dan Eastman sama-sama sependapat :
a)Bila ada kesempitan panggul, maka seksio Sesarea adalah cara yang terbaik dalam segala letak lintang dengan janin hidup dan besar biasa.
b)Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan seksio Sesarea, walau tidak ada perkiraan panggul sempit.
c)Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara-cara lain.
2)Letak bokong
Seksio Sesarea dianjurkan pada letak bokong bila ada :
a)Panggul sempit.
d)Primigravida.
e)Janin besar dan berharga.
3)Presentasi dahi dan muka (letak defleksi bila reposisi dan cara-cara lain tidak berhasil.
4)Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil.
5)Gemeli, menurut Eastman seksio Sesarea dianjurkan :
a)Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (shoulder presentation).
b)Bila terjadi interlock (locking of the twins).
c)Distosia oleh karena tumor.
d)Gawat janin, dan lain sebagainya.
Pada masa lalu seksio Sesarea dilakukan atas indikasi yang terbatas pada panggul sempit dan placenta previa. Seperti telah diterangkan di atas, meningkatnya angka kejadian seksio Sesarea pada waktu sekarang ini justru antara lain disebabkan karena berkembangnya indikasi dan makin kecilnya resiko dan mortalitas pada seksio Sesarea karena emajuan teknik operasi dan anestesi, serta ampuhnya antibiotika dan kemotherapi.
Yang disebut seksio Sesarea postmortem (posmortem caesarean section) adalah seksio Sesarea segera pada ibu hamil cukup bulan yang meninggal tiba-tiba sedangkan janin masih hidup.

2.2.4.Jenis-jenis Operasi SC
1)Seksio Sesarea transperitonealis
2)Seksio Sesarea klasik atau korporal
3)Seksio Sesarea ismika atau provunda
4)Seksio Sesarea ekstraperitonealis

2.2.5.Komplikasi
a.Infeksi Puerperal (nifas)
1)Ringan, dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
2)Sedang, dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung.
3)Berat, dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada partus terlantar, dimana sebelumnya telah menjadi infeksi intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
Penanganannya adalah dengan pemberian cairan, elektrolit dan antibiotika yang adekuat dan tepat.
b.Perdarahan, disebabkan karena :
1)Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
2)Atonia uteri.
3)Perdarahan pada placental bed.
c.Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi.
d.Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang.

2.2.6.Prognosis
Dahulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada masa sekarang, oleh karena kemajuan yang pesat dalam teknik operasi, anastesi, penyediaan cairan dan darah, indikasi dan antibiotika. Angka ini sangat menurun.
Angka kematian ibu pada rumah-rumah sakit dengan fasilitas operasi yang baik dan oleh tenaga-tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2/1000.
Nasib janin yang ditolong secara seksio sesarea sangat tergantung dari keadaan janin sebelum dilakukan operasi. Menurut data dari negara-negara dengan pengawasan antenatal yang baik dan fasilitas neonatal yang sempurna, angka kematian perinatal sekitar 4-7 %.

2.2.7.Nasihat Pasca Operasi
a.Dianjurkan jangan hamil selama  1 tahun, dengan memakai kontrasepsi.
b.Kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengan antenatal yang baik.
c.Dianjurkan untuk bersalin Saat Hamil sakit yang besar.
d.Apakah persalinan yang berikut harus dengan SC bergantung dari indikasi SC dan keadaan pada kehamilan berikutnya.
e.Hampir di seluruh institut di Indonesia tidak dianut diktum “once a cesarean always a cesarean”.
f.Yang dianut adalah “once a cesarean not always a cesarean” kecuali pada panggul sempit atau disproporsi sefalo-pelvik.
2.2.8.Perawatan Pasca Bedah
1)Perawatan Luka Insisi
Luka insisi dibersihkan dengan larutan antiseptik lalu ditutup dengan kasa/ penutup luka, secara periodek pembalut luka diganti dan luka dibersihkan. Dibuat catatan kapan benang akan dicabut atau di bawah luka terdapat eksudat.
2)Tempat Perawatan Pasca SC
Setelah tindakan di kamar operasi selesai, penderita dipindahkan ke kamar rawat khusus dan dilengkapi alat pendingin kamar udara beberapa hari. Dan bila pasca SC keadaan penderita gawat, segera pindahkan ke unit perawatan darurat untuk perawatan bersama-sama dengan unit anesthesi.
Setelah beberapa hari dirawat dalam kamar rawat khusus atau pada unit perawatan darurat dan keadaan penderita mulai pulih, barulah dipindah ke tempat penderita semula dirawat, disini perawatan luka dan pengukuran TTV penderita dilanjutkan seperti biasa.
3)Pemberian Cairan
Karena selama 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perinfus, seperti dekstrose 5-10 % gram fisiologis, selera bergantian harus cukup banyak dan mengandung elektrolit yang diperlukan agar jangan terjagi hypotermi, dehidrasi dan komplikasi pada organ-organ tubuh lainnya, jumlah cairan yang keluar ditampung dan diukur, hal lain sebagai pedoman pemberian cairan dihentikan setelah pasien flaxtus, lalu dimulailah pemberian makanan peroral dan cairan peroral.
4)Diit
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah pasien flaxtus lalu dimulailah pemberian makanan dan minuman peroral, pemberian sedikit minuman adalah diperbolehkan setelah 6-10 jam pasca bedah. Jumlahnya dapat dinaikkan pada hari pertama dan kedua pasca bedah. Kemudian bubur saring, minuman dari buah dan susu selanjutnya secara bertahap makan bubur akhirnya makan biasa sejak boleh minum pada hari pertama obat-obatan peroral sudah dapat diberikan pemberian makanan rutin di atas dihentikan jika terjadi komplikasi pada saluran pencernaan.
5)Nyeri
Sejak penderita sadar dalam 24 jam pertama, rasa nyeri masih dirasakan di daerah operasi. Untuk mengurangi rasa nyeri tersebut diberikan obat-obatan anti sakit dan penenang atau obat-obatan lainnya. Setelah hari pertama atau kedua rasa nyeri akan menghilang sendiri.
6)Mobilisasi
Mebolisasi secara bertahap sangat berguna membantu jalannya penyembuhan luka penderita. Miring ke kanan dan ke kiri sudah da[at dimulai setelah 6-10 jam. Setelah penderita sadar, latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur terlentang.
7)Kateterisasi
Perawatatn pengosongkan kandung kemih pada bedah kebidanan sama saja dengan persalinan biasa bila tidak ada luka robekan yang luas pada jalan lahir. Bila hal ini ada maka untuk mencegah iritasi dan pencemaran luka oleh urine kandung kemih dikosongkan dengan kateter. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan perdarahan.
8)Pemberian Obat-obatan
a)Anbiotika, kemotherapi dan anti inflamasi.
b)Obat-obat pencegah perut kembung.
c)Obat-obat lainnya.
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum dapat diberikan roboransia, anti inflamasi, bahan tranfusi darah bila pasien anemis.
9)Perawatan Rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan dan pengukuran adalah :
a)Tekanan darah
b)Jumlah nadi /menit
c)Frekuensi pernafasan
d)Jumlah cairan masuk dan keluar
e)Suhu badan
f)Pemeriksaan lainnya menurut jenis dan kasus.

Tinggalkan sebuah Komentar

pre eklamsia

BENGKAKPengertian Pre eklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri, dan edema. Etiologi Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori – teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu disebut “penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan. Insiden Di Indonesia, setelah perdarahan dan infeksi pre eklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Patofisiologi Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199). Manifestasi klinik Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dalam urutan : pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada pre eklampsia ringan tidak ditemukan gejala – gejala subyektif. Pada pre eklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah prontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah. Gejala – gejala ini sering ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tes Diagnostik Tes diagnostik dasar Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urin, pemeriksaan edema, pengukuran tinggi fundus uteri, pemeriksaan funduskopik. Tes laboratorium dasar Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada sediaan apus darah tepi). Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat aminotransferase, dan sebagainya). Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin). Uji untuk meramalkan hipertensi Roll Over test Pemberian infus angiotensin II. Penanganan medik Pencegahan Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti mengenai tanda – tanda sedini mungkin (pre eklampsia ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklampsia. Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan. Penanganan Tujuan utama penanganan adalah : Untuk mencegah terjadinya pre eklampsi dan eklampsi. Hendaknya janin lahir hidup. Trauma pada janin seminimal mungkin. Seksio sesarea Pengertian Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus (Ilmu Kebidanan, edisi ketiga, Halaman 863). Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau seksio sesarea adalah suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Sinopsis Obstetri Jilid 2, Halaman 133). Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Hal 133). Etiologi Penyebab dilakukannya seksio sesarea adalah : Plasenta previa Gawat janin Disproporsi sefalo-pelvik (ketidakseimbangan kepala dan panggul). Pernah seksio sesarea. Kelainan letak. Pre eklampsia dan hipertensi Incoordination uteri action (tidak ada kerjasama yang teratur antara fungsi alat kandungan). Insiden Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada masa sekarang oleh karena kemajuan yang pesat dalam tehnik operasi, anastesi, penyediaan cairan dan darah, indikasi dan antibiotika, angka ini sangat menurun. Angka kematian ibu pada rumah – rumah sakit dengan fasilitas operasi yang baik dan oleh tenaga-tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per 1000. nasib janin yang ditolong secara seksio sesarea sangat tergantung dari keadaan janin sebelum dilakukan operasi. Menurut data dari negara – negara dengan pengawasan antenatal yang baik dan fasilitas neonatal yang sempurna, angka kematian perinatal sekitar 4 – 7 %. Jenis – jenis seksio sesarea Seksio sesarea klasik (korporal) Dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira – kira sepanjang 10 cm. Seksio sesarea ismika (profunda) Dengan sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10 cm. Komplikasi seksio sesarea Infeksi puerperal Komplikasi ini bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti peritonitis, sepsis dsb. Perdarahan Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteri ikut terbuka, atau karena atonia uteri. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme paru-paru, dan sebagainya sangat jarang terjadi. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah seksio sesarea klasik. Anatomi fisiologi sistem reproduksi Genitalia eksterna Mons veneris/pubis Bagian yang menonjol diatas simfisis dan terdiri dari jaringan lemak. Labia mayora Berbentuk lonjong dan menonjol, terdiri dari jaringan lemak. Kebawah dan kebelakang kedua labia mayora bertemu membentuk kommisura posterior. Labia minora Lipatan tipis dari kulit sebelah dalam labia mayora. Kedepan kedua labia minora membentuk preputium klitoris. Kebelakang membentuk fossa navikulare. Klitoris Tertutup oleh preputium klitoris, sebesar kacang ijo terdiri dari serabut saraf dan pembuluh darah, analog dengan penis laki – laki. Vulva Bentuk lonjong dibatasi di depan oleh klitoris, kanan kiri oleh labia minora, di belakang oleh perineum. Terdapat orificium urethra eksterna. Ostia kelenjar skene yang analog dengan kelenjar prostat pada laki – laki, dan kelenjar vestibularis bartolini yang mengeluarkan getah lendir pada waktu coitus. 2.6.1.1.Hymen Berupa lapisan tipis dan menutupi sebagian besar introitus vagina. Bentuknya berbeda-beda dari bulan sabit sampai berlubang – lubang. Genitalia interna Vagina Suatu saluran muskulo membranosa yang menghubung-kan uterus dan vulva terletak antara kandung kencing dan rektum. Dindingnya berlipat-lipat disebut rugae, tidak terdapat kelenjar. Uterus Berbentuk seperti buah advokat, sebesar telur ayam. Terdiri dari fundus uteri, korpus uteri dan serviks uteri. Korpus uteri merupakan bagian uterus terbesar dan sebagai tempat janin berkembang. Isthmus adalah bagian uterus antara serviks dan korpus, yang menjadi segmen bawah rahim pada kehamilan. Tuba fallopi Berjalan ke arah lateral, mulai dari kornu uteri kanan dan kiri. Terdiri dari 4 bagian : 1) pars interstitialis, bagian dalam dinding uterus, 2) pars ismika, bagian tengah tuba yang sempit, 3) pars ampularis, bagian yang terlebar dan sebagai tempat konsepsi terjadi, 4) infundibulum, bagian ujung tuba dan mempunyai fimbria. Tuba fallopi berfungsi membawa ovum ke kavum uteri. Ovarium Ada 2, kiri dan kanan. Terdiri dari bagian luar (korteks) yang mengandung folikel-folikel dan bagian dalam (medulla) yang berisi pembuluh darah, serabut saraf, dan pembuluh limfe, ovarium berhubungan dengan uterus dengan ligamentum ovari propium. Pembuluh darah ke ovarium (arteri ovarika) melalui ligamentum suspensorium ovarii (ligamentum infundibulopelvikum). Fungsi ovarium adalah untuk produksi hormon dan ovulasi. Patofisiologi Suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dalam keadaan utuh mengingat bahwa terjadinya ruptur uteri sesudah seksio sesarea dilakukan segmen bawah uterus tidak begitu besar, disini diambil sikap untuk membolehkan wanita hamil untuk bersalin pervagina, kecuali jika sebab seksio sesarea tetap ada misalnya kesempitan pada pinggul, mengenai kontraindikasi perlu diingat bahwa seksio sesarea tidak dilakukan kecuali dalam keadaan terpaksa, misalnya janin sudah meninggal dalam uterus atau janin terlalu kecil untuk hidup diluar kandungan (Menurut Prawirohardjo S, 1999). Perawatan post operasi seksio sesarea. Analgesia Untuk wanita dengan ukuran tubuh rata – rata dapat disuntikkan intramuskuler yaitu mepedivin setiap 3 jam sekali bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikkan dengan cara serupa 10 mg morphin. Jika ibu berukuran kecil dosis mepedivin yang diberikan adalah 50 mg dan jika berukuran besar dosis yang paling tepat adalah 100 mg mepedivine. Tanda vital Pasien dievaluasi sekurang-kurangnya setiap jam sekali paling sedikit 4 jam dan tekanan darah, nadi, jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan fundus uteri serta pengukuran suhu badan harus diperiksa pada saat dini. Terapi cairan dan diet Karena selama 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi maka pemberian cairan infus harus cukup banyak dan mengandung elektrolit yang diperlukan agar tidak terjadi hipertermia dan dehidrasi. Mobilisasi Mobilisasi secara tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan. Penderita miring ke kiri dan ke kanan sudah dapat dimulai sejak 6 – 10 jam setelah penderita sadar. Latihan pernafasan dilakukan penderita sambil tidur terlentang, sedini mungkin setelah sadar. Perawatan luka Luka insisi diinspeksi setiap hari untuk mengetahui penyembuhan luka. Secara normal jahitan kulit diangkat pada hari ke empat post partum. Pasien sudah dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi. Nifas Pengertian Nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu (Sinopsis Obstetri Fisiologi Jilid I, Halaman 115). Nifas adalah massa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu (Perawatan Kebidanan Yang Berorientasi Pada Keluarga, Jilid II, Halaman 68). Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. (Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Halaman 291). Nifas adalah dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat – alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal). Periode nifas Periode nifas dibagi 3 (Menurut Depkes RI, 1990) antara lain : Immediate puerperium adalah keadaan yang terjadi segera setelah persalinan sampai 24 jam sesudah persalinan (0 – 24 jam sesudah melahirkan). Early puerperium adalah keadaan yang terjadi pada permulaan puerperium. Waktu 1 hari sesudah melahirkan sampai 7 hari (1 minggu pertama). Later puerperium adalah waktu 1 minggu sesudah melahirkan sampai 6 minggu. Etiologi Diduga persalinan mulai apabila uterus telah teregang sampai derajat tertentu. Tekanan bagian terendah janin pada cervix dan segmen bawah rahim, demikian pula pada plexus nervosus di sekitar cervix dan vagina, merangsang permulaan persalinan. Siklus menstruasi berulang setiap 4 minggu dan persalinan biasanya mulai pada akhir minggu ke-40 atau 10 siklus menstruasi. Begitu kehamilan mencapai cukup bulan, setiap faktor emosional dan fisik dapat memulai persalinan. Beberapa orang percaya bahwa ada hormon khusus yang dihasilkan oleh plasenta apabila kehamilan sudah cukup bulan yang bertanggung jawab atas mulainya persalinan. Bertambah tuanya plasenta yang mengakibatkan penurunan kadar estrogen dan progesteron dalam darah diduga menyebabkan dimulainya persalinan (Harry Oxorn, 1990, Patologi dan Fisiologi Persalinan; Halaman 103). Insiden Hampir 96 % janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan pada presentasi kepala ini ditemukan  58 % ubun – ubun kecil terletak di kiri depan,  23 % di kanan depan,  11 % di kanan belakang, dan  8 % di kiri belakang. Keadaan ini disebabkan terisinya ruangan di sebelah kiri belakang oleh kolon sigmoid dan rectum. Sehingga tampak presentase yang tinggi berada dalam uterus dibanding presentase kepala. Keadaan ini mungkin disebabkan pula karena kepala relatif lebih besar dan lebih berat. Mungkin pula bentuk uterus sedemikian rupa, sehingga volume bokong dan ekstremitas yang lebih besar berada di atas, di ruangan yang lebih luas, sedangkan kepala berada dibawah, di ruangan yang lebih sempit, ini dikenal sebagai teori akomodasi. Ada 3 faktor yang memegang peranan pada persalinan ialah : Kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan kekuatan mengedan. Keadaan jalan lahir. Janinnya sendiri Dan data yang didapatkan di RSU Labuang Baji terdapat 79,6% ibu nifas yang melahirkan normal dari 3034 ibu nifas dalam tiga tahun terakhir ini (Medical Record RSU Labuang Baji Makassar, 2003). Anatomi / Fisiologi Dalam masa nifas, alat – alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat genital secara keseluruhannya disebut involusio. Genetalia interna dan eksterna (Sketsa gambar terlampir). Setelah janin dilahirkan, fundus uteri setinggi pusat, segera setelah plasenta lahir maka tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat. Pada hari ke-5 pasca persalinan uterus kurang lebih tinggi 7 cm atas symfisis atau setengah symfisis – pusat, sesudah 12 hari uterus tidak dapat diraba lagi diatas symfisis. Bagian bekas implantasi plasenta merupakan luka kasar dan menonjol kedalam kavum uteri yang berdiameter 7,5 cm dan sering disangka sebagai bagian plasenta yang tertinggal. Berat uterus gravidus aterm kira – kira 1.000 gr. Satu minggu pasca persalinan, menjadi kira – kira 500 gr, 2 minggu pasca persalinan 300 gr dan setelah 6 minggu pasca persalinan 40 – 60 gr. Serviks agak terbuka seperti corong pada pasca persalinan dan konsistensinya lunak. Endometrium mengalami perubahan yaitu timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus berangsur – angsur kembali seperti semula. Luka jalan lahir seperti bekas episiotomi yang telah dijahit, luka pada vagina dan serviks yang tidak luas akan sembuh primer. Laktasi Kelenjar mamma telah dipersiapkan semenjak kehamilan umumnya produksi ASI baru terjadi hari kedua atau ketiga pasca persalinan, dimana masing-masing buah dada terdiri 14 – 24 lobus yang terletak terpisah satu sama lain oleh jaringan lemak. Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran air susu ibu adalah faktor anatomis, faktor biologis, makanan yang dimakan ibu, faktor istirahat dan faktor isapan anak. Lochia Lochia adalah sekret dari cavum uteri dn vagina dalam masa nifas. Hari 1 – 2 lochia rubra berwarna merah berisi lapisan decidu, selaput ketuban, dan mekoneum. Hari 3 – 7 sanguilenta berwarna cokelat, sedikit darah, banyak serum selaput lencir leucocye. Hari 7 – 10 lochia serosa warna agak kuning cair. Hari setelah 2 minggu lochia alba berwarna kekuningan berisi selaput lendir leucocye dan kuman yang telah mati. Manifestasi klinik Manifestasi klinik pada ibu menyusui dimasa nifas menurut Persis Mary Hammilton yaitu : Kontraksi pada interval Interval antar kontraksi secara bertahap memendek. Durasi dan intensitas kontraksi meningkat Rasa tidak nyaman mulai di belakang dan menjalar ke abdomen. Berjalan biasanya menyebabkan meningkatnya intensitas kontraksi. Dilatasi dan pendataran serviks mengalami kemajuan. Test Diagnostik Test diagnostik yang biasanya diberikan pada ibu nifas yaitu : test laboratorium terutama terhadap hematokrit untuk melihat konsentrasi darah dalam tubuh setelah 3 hari post partum. Normal hematokrit pada saat tersebut adalah 42 %. Penanganan Medik Penanganan medik yang dilakukan pad ibu nifas adalah : Perawatan perineum Perawatan episiotomi Perawatan hemoroid : hemoroid biasanya menyertai persalinan. Perawatannya dengan memberikan kompres dingin untuk menurunkan atau mengurangi bengkak pada hemoroid. Perawatan payudara Perubahan psikologi pada ibu nifas Menurut Reva Rubin (1960) proses adaptasi psikologis pada ibu nifas melalui 3 fase yaitu : Fase taking in (fase mengambil). Terjadinya pada hari 1 – 3 post partum Dalam memenuhi kebutuhan sangat tergantung pada orang lain. Sulit mengambil keputusan. Fase taking hold Terjadinya pda hari 4 – 10 post partum Sikap aktif dan positif serta lebih mandiri namun masih memerlukan bantuan orang lain. Masih ada kurang percaya diri tetapi fokus perhatian mulai meluas. Tenaga ibu mulai sehat dan meningkat serta merasa lebih nyaman. Fase letting go Terjadi setelah 10 hari post partum. Mulai menjalankan peranannya dan sudah punya konsep. Mampu merawat bayinya, dirinya sendiri dan mulai sibuk dengan tanggung jawab sebagai ibu. Proses Keperawatan Pengkajian dasar data klien Tinjau ulang catatan prenatal dan intra operatif dan adanya indikasi untuk kelahiran sesarea. Sirkulasi Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600 – 800 ml. Integritas ego Dapat menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan sampai ketakutan, marah atau menarik diri. Klien/pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima peran dalam pengalaman kelahiran. mungkin mengekspresikan ketidaknyamanan untuk menghadapi situasi baru. Eliminasi : Kateter urinarius mungkin terpasang, urine jernih pucat, bising usus tidak ada, samar atau jelas. Makanan / cairan : abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal Neurosensori Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi spiral epidural. Nyeri / ketidaknyaman Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber, misalnya trauma bedah / insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih / abdomen, efek-efek anastesia, mulut mungkin kering. Pernafasan : bunyi paru jelas dan vesikuler Keamanan Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering dan utuh. Jalur parenteral bila digunakan paten, dan sisi bebas eritema, bengkak dan nyeri tekan. Seksualitas Fundus kontraksi dan terletak di umbilikus. Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan berlebihan / banyak. Diagnosa Keperawatan Perubahan ikatan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi Kemungkinan dibuktikan oleh keragu-raguan untuk menggendong/ berinteraksi dengan bayi, mengungkapkan masalah/kesulitan koping terhadap situasi, tidak menghadapi pengalaman traumatik secara konstruktif. Hasil yang diharapkan klien akan : Menggendong bayi, bila kondisi ibu dan neonatus memungkinkan, mendemostrasikan perilaku kedekatan dan ikatan yang tepat, mulai secara aktif mengikuti tugas perawatan bayi baru lahir dengan tepat. Rencana tindakan Intervensi Rasional Mandiri 1.Anjurkan klien untuk meng-gendong, menyentuh dan me-meriksa bayi, tergantung pada kondisi klien dan bayi baru lahir, bantu sesuai kebutuhan. 2.Berikan kesempatan untuk ayah/pasangan untuk menyen-tuh dan menggendong bayi dan bantu dalam perawatan bayi se-suai kemungkinan situasi. 3.Observasi dan catat interaksi keluarga-bayi, perhatikan peri-laku yang dianggap menanda-kan ikatan dan kedekadan dalam budaya tertentu. 4.Diskusikan kebutuhan kemaju-an dan sifat interaksi yang lazim dari ikatan. Perhatikan kenor-malan dari variasi respon dari satu waktu ke waktu lainnya dan diantara anak yang berbeda. 5.Perhatikan pengungkapan/pri-laku yang menunjukkan keke-cewaan atau kurang minat/kede-katan. 6.Berikan kesempatan kepada orang tua untuk mengungkap-kan perasaan-perasaan yang negatif tentang diri mereka dan bayi. 7.Perhatikan lingkungan sekitar kelahiran sesaria, kebanggaan diri orang tua dan persepsi ten-tang pengalaman kelahiran, reaksi awal mereka terhadap bayi, dan partisipasi mereka pada pengalaman kelahiran. 8.Anjurkan dan bantu dalam me-nyusui pada pilihan klien dan keyakinan/praktis budaya. 9.Sambut keluarga untuk kunju-ngan singkat segera bila ibu/bayi baru lahir memungkin-kan. 10.Berikan informasi sesuai kebu-tuhan tentang keamanan dan kondisi bayi. Dukung pasangan sesuai kebutuhan. 11.Jawab pertanyaan klien menge-nai protokol perawatan selama periode pasca kelahiran awal. Kolaborasi : 12.Beritahu anggota tim perawatan kesehatan yang tepat (mis : staf ruang perawatan atau perawat pasca partum) tentang observasi sesuai indikasi. 13.Siapkan untuk dukungan/eva-luasi terus-menerus setelah pu-lang, mis : pelayanan perawat berkunjung, agensi komunitas dan kelompok dukungan orang tua. 1.Jam pertama setelah kelahiran memberikan kesempatan unik untuk ikatan keluarga untuk terjadi karena ibu dan bayi secara emosional menerima isyarat satu sama lain, yang memulai kedekatan dan proses pengenalan. Bantuan pada interaksi pertama atau sampai jalur intravena dilepas mencegah klien dari merasa kecewa atau tidak adekuat (Catatan : Meskipun klien telah memilih untuk mele-paskan anaknya, berinteraksi dengan bayi baru lahir dapat memfasilitasi proses berduka). 2.Memudahkan ikatan/kedekatan dian-tara ayah dan bayi. Memberikan ke-sempatan untuk ibu, memvalidasi rea-litas situasi dan bayi baru lahir pada waktu dimana prosedur dan kebutuh-an fisiknya mungkin membatasi kemampuan interaksinya. 3.Kontak mata dengan mata, pengguna-an posisi wajah, berbicara pada suara nada tinggi, dan menggendong bayi dengan kedekatan pada budaya Ame-rika. Pada kontak pertama dengan bayi, ibu menunjukkan pola progresif dari perilaku dengan cara mengguna-kan ujung jari pada awalnya untuk menggali ekstremitas bayi dan berlan-jut pada penggunaan telapak tangan sebelum mendekap bayi dengan seluruh tangan dan lengan. 4.Membantu klien/pasangan memahami makna dan pentingnya proses dan memberikan keyakinan bahwa perbe-daan diperkirakan. 5.Kedatangan anggota keluarga baru, bahkan bila diinginkan dan diantisipa-si, menciptakan periode sementara, memerlukan penyatuan anak baru ke dalam keluarga yang ada. 6.Konflik tidak teratasi selama proses pengenalan awal orang tua bayi dapat mempunyai efek-efek negatif jangka panjang pada masa depan hubungan orang tua-anak. 7.Orang tua perlu bekerja melalui hal-hal bermakna pada kejadian penuh stress seputar kelahiran anakn dan orientasikan mereka sendiri terhadap realita sebelum mereka dapat memfo-kuskan pada bayi efek-efek anastesia, ansietas dan nyeri dapat mengubah persepsi klien selama dan setelah ope-rasi. 8.Kontak awal mempunyai efek positif pada durasi menyusui ; kontak kulit dengan kulit dan mulainya tugas-tugas ibu meningkatkan ikata. 9.Meningkatkan kesatuan keluarga dan membantu memulai proses adaptasi positif terhadap peran baru dan memasukkan anggota baru ke dalam struktur keluarga. 10.Membantu pasangan untuk mem-proses dan mengevaluasi informasi yang diperlukan khususnya bila periode pengenalan awal telah lambat. 11.Informasi menghilangkan ansie-tas dapat mengganggu ikatan atau me-ngakibatkan absorbsi diri daripada perhatian terhadap bayi baru lahir. 12.Ketidakadekuatan prilaku ikatan atau interaksi buruk antara klien/pasa-ngan dengan bayi memerlukan duku-ngan dan evaluasi lanjut. 13.Banyak pasangan mempunyai konflik tidak teratasi mengenai proses pengenalan awal orang tua-bayi yang memerlukan pemecahan setelah pulang. Nyeri berhubungan dengan pembedahan Kemungkinan dibuktikan oleh : Melaporkan nyeri, kram (nyeri penyerta), sakit kepala, abdomen kembung, nyeri tekan payudara ; prilaku melindungi/distraks, wajah menahan nyeri. Hasil yang diharapkan : Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi nyeri/ketidaknyamanan dengan tepat. Mengungkapkan berkurangnyer nyeri, tampak rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat. Rencana tindakan : Intervensi Rasional Mandiri 1.Tentukan karakteristik dan loka-si ketidaknyamanan. Perhatikan isyarat verbal dan non verbal serta meringis, kaku dan gera-kan melindungi atau terbatas. 2.Berikan informasi dan petunjuk antisipasi mengenai penyebab, ketidaknyamanan dan intervensi yang tepat. 3.Evaluasi tekanan darah (TD) dan nadi, perhatikan perubahan prilaku. 4.Lakukan latihan nafas dalam dan batuk dengan menggunakan prosedur-prosedur pembebatan dengan tepat, 30 menit setelah pemberian analgesik. 5.Ubah posisi klien, kurangi rang-sangan yang berbahaya dan berikan gosokan punggung. An-jurkan penggunaan teknik per-nafasan dan relaksasi dan distraksi. 6.Pemberian analgetik sesuai indi-kasi. 1.Klien mungkin tidak secara verbal melaporkan nyeri dan ketidaknyama-nan secara langsung, membedakan karakteristik khusus dari nyeri mem-bantu membeda-an nyeri pasca operasi dari terjadinya komplikasi. 2.Meningkatkan pemecahan masalah, membantu mengurangi nyeri berkena-an dengan ansietas dan ketakutan ka-rena ketidaktahuan dan memberikan rasa kontrol 3.Pada banyak klien, nyeri dapat me-nyebabkan gelisah serta TD dan nadi meningkat. Analgetik dapat menurun-kan TD. 4.Nafas dalam meningkatkan upaya per-nafasan. Pembebatan menurunkan re-gangan dan ketegangan area insisi dan mengurangi nyeri dan ketidaknyama-nan berkenaan dengan gerakan otot abdomen. Batuk diindikasikan bila sekresi atau ronkhi terganggu. 5.Relaksasi otot, dan mengalihkan per-hatian dari sensasi nyeri. Meningkat-kan kenyamanan, dan menurunkan distraksi tidak menyenangkan, me-ningkatkan rasa sejahtera. 6.Meningkatkan kenyamanan, yang memperbaiki status psikologis dan meningkatkan mobilitas. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi. Kemungkinan dibuktikan oleh ketegangan, keprihatinan, perasaan yang tidak adekuat, stimulasi simpatik, tidak dapat tidur. Hasil yang diharapkan : Mengungkapkan kesadaran akan perasaan ansietas, mengidentifikasi cara untuk menurunkan atau menghilangkan ansietas, melaporkan bahwa ansietas sudah menurun pada tingkat yangdapat diatasi, kelihatan rileks dan dapat tidur/istirahat. Rencana tindakan : Intervensi Rasional Mandiri 1.Dorong keberadaan/partisipasi dari pasangan. 2.Tentukan tingkat ansietas klien dan sumber dari masalah. Men-dorong klien untuk mengung-kapkan kebutuhan dan harapan yang tidak terpenuhi. Memberi-kan informasi sehubungan de-ngan normalnya perasaan terse-but. 3.Bantu klien/pasangan dalam mengidentifikasi mekanisme koping yang lazim dan perkem-bangan strategi koping baru jika dibutuhkan. 4.Berikan informasi yang akurat tentang keadaan klien/bayi. 5.Mulai kontak antara klien/pasa-ngan dengan bayi sesegera mungkin. Jika bayi dibawa ke neonatal intensive care unit (NICU). 1.Memberikan dukungan emosional, dapat mendorong pengungkapan ma-salah. 2.Kelahiran sesaria mungkin dipandang sebagai kegagalan dalam hidup oleh klien/pasangan dan hal tersebut dapat memiliki dampak negatif dalam proses ikatan/menjadi orang tua. 3.Membantu memfasilitasi adaptasi yang positif terhadap peranan baru; mengurangi perasaan ansietas. 4.Khayalan yang disebabkan oleh kurangnya informasi atau kesalahpa-haman dapat meningkatkan tingkat ansietas. 5.Mengurangi ansietas yang mungkin berhubungan dengan penanganan bayi, takut terhadap sesuatu yang tidak diketahui, dan/atau menganggap hal yang buruk berkenaan dengan keadaan bayi. Harga diri rendah berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan. Kemungkinan dibuktikan oleh mengungkapkan perasaan negatif diri dalam situasi (misalnya tidak berdaya, malu/bersalah). Hasil yang diharapkan : Mendiskusikan masalah sehubungan dengan peran dan persepsi terhadap pengalaman kelahiran dari klien/pasangan. Mengungkapkan pemahaman mengenai faktor individu yang dapat mencetuskan situasi saat ini. Mengekspresikan harapan diri yang positif Rencana tindakan : Intervensi Rasional 1.Tentukan respon emosional klien/pasangan terhadap kelahi-ran sesaria 2.Tinjau ulang partisipasi klien/ pasangan dan peran dalam me-ngalami kelahiran. identifikasi perilaku positif selama proses pranatal dan antenatal. 3.Tekankan kemiripan antara ke-lahiran sesaria dan vagina. Sam-paikan sikap positif terhadap kelahiran sesaria dan atur pera-watan pasca partum sedekat mungkin pada perawatan yang diberikan pada klien setelah ke-lahiran vagina. Kolaborasi : 4.Rujuk klien/pasangan untuk konseling profesional bila reaksi maladaptif. 1.Kedua anggota pasanga mungkin me-ngalami reaksi emosi negatif terhadap kelahiran sesaria. Kelahiran sesaria yang tidak direncanakan dapat berefek negatif terhadap harga diri klien, mem buat klien merasa tidak adekuat dan telah gagal sebagai wanita. Ayah atau pasangan, khususnya bila tidak dapat hadir pada kelahiran sesaria, dapat merasa bahwa ia menolak pasangan-nya dan tidak memenuhi peran yang diantisipasinya sebagai pendukung emosional selama proses kelahiran. 2.Respon berduka dapat berkurang apa-bila ibu dan ayah mampu saling ber-bagi akan pengalaman kelahiran. memfokuskan kembali perhatian klien atau pasangan untuk membantu mere-ka memandang kehamilan dalam tota-litasnya dan melihat bahwa tindakan mereka sudah bermakna terhadap ha-sil yang optimal. Dapat membantu menghindari rasa bersalah/mempersa-lahkan. 3.Klien dapat mengubah persepsinya tentang pengalaman kelahiran sesarea sebagaimana persepsinya tentang ke-sehatan atau penyakitnya berdasarkan pada sikap persepsinya tentang ke-sehatan atau penyakitnya berdasarkan pada sikap profesional. Perawatan se-rupa adalah pilihan yang dapat diterima disamping kelahiran vagina. 4.Klien yang tidak mampu mengatasi rasa berduka atau perasaan negatif memerlukan bantuan profesional lebih lanjut. Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan fungsi biokimia atau regulasi (misalnya hipotensi ortostatik, adanya HKK atau eklampsia) Kemungkinan dibuktikan oleh adanya tanda/gejala untuk menegakkan diagnosa aktual. Hasil yang diharapkan : Mendomostrasikan perilaku untuk menurunkan faktor-faktor risiko dan/atau perlindungan diri. Bebas dari komplikasi Rencana tindakan : Intervensi Rasional Mandiri 1.Tinjau ulang catatan pranatal dan intranatal terhadap faktor yang mempredisposisi klien pada komplikasi. Catat kadar Hb dan kehilangan darah ope-ratif. 2.Pantau TD, nadi dan suhu. Catat kulit dingin, basah, nadi lemah. Perubahan prilaku, per-lambatan pengisian kapiler atau sianosis. 3.Inspeksi balutan terhadap per-darahan berlebihan. 4.Bantu klien pada ambulasi awal. beri supervisi yang ade-kuat dalam hal mandi dan rendam duduk. 5.Anjurkan latihan kaki/pergela-ngan kaki dan ambulasi dini. Kolaborasi 6.Berikan MgSO4 sesuai indikasi 7.Berikan kaus kaki penyokong atau balutan elastis untuk kaki bila risiko atau gejala plebitis ada. 1.Adanya faktor-faktor resiko seperti kelelahan miometrial, distensi uterus berlebihan, stimulasi oksitosin lama, tromboflebitis pranatal memungkin-kan klien lebih rentan terhadap kom-plikasi pasca operasi. 2.Tekanan darah yang tinggi dapat me-nandakan terjadinya atau berlanjut-nya hipertensi, memerlukan magne-sium sulfat (MgSO4) atau pengobat-an antihipertensif lain. Hipotensi dan takikardia dapat menunjukkan dehid-rasi dan hipovolemia tetapi mungkin tidak terjadi sampai volume darah sirkulasi telah menurun 35-50%, dimana tanda vasokonstriksi mung-kin terlihat. 3.Luka bedah dengan drain dapat membasahi balutan; namun rembesan biasanya tidak terlihat dan dapat me-nunjukkan terjadinya komplikasi. 4.Hipotensi ortostatik dapat terjadi pada perubahan dari posisi terlentang ke berdiri, atau mungkin sebagai aki-bat dari vasodilatasi, karena panas dari rendam duduk tersebut. 5.Meningkatkan aliran balik vena, mencegah statis/penumpukan pada ekstremitas bawah, menurunkan resiko plebitis. 6.MEmbantu menurunkan kepekaan serebral pada adanya HKK atau ek-lapmsia. 7.Menurunkan statis vena, meningkat-kan risiko terhadap pembentukan trombus. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif dan atau peningkatan pemajanan lingkungan. Tanda dan gejala tidak dapat diterapkan; adanya tanda dan/gejala untuk menegakkan diagnosa aktual. Hasil yang diharapkan : Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk menurunkan risiko-risiko dan/atau meningkatkan penyembuhan. Menunjukkan luka bebas dari drainase purulen dengan tanda awal penyembuhan (misalnya penyatuan tepi-tepi luka), uterus lunak/tidak nyeri tekan, dengan aliran dan karakter lokhia normal. Bebas dari infeksi, tidak demam, tidak ada bunyi nafas adventisius, dan urine jernih kuning pucat. Rencana tindakan : Intervensi Rasional 1.Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan dengan cermat dan pembuangan pengalas ko-toran, pembalut perineal. 2.Bersihkan luka dan ganti balut-an bila basah. 3.Inspeksi insisi terhadap proses penyembuhan, perhatikan ke-merahan, edema, nyeri, eksu-dat atau gangguan penyatuan. 4.Kaji suhu, nadi dan jumlah sel darah putih. Kolaborasi : 5.Berikan antibiotik khusus untuk proses infeksi yang ter-identifikasi. 1.Membantu mencegah atau membata-si penyebaran infeksi. 2.Lingkungan lembab merupakan me-dia paling baik untuk pertumbuhan bakteri. Bakteri dapat berpindah me-lalui aliran kapiler melalui balutan basah ke luka. 3.Tanda-tanda ini menandakan infeksi luka, biasanya disebabkan oleh strep-tokokus, stapilokokus atau spesies pseudomonas. 4.Demam setelah pasca operasi hari ketiga, leukositosis dan takikardia menunjukkan infeksi. Peningkatan suhu sampai 38,30 C dalam 24 jam pertama sangat mengindikasikan infeksi, peningkatan sampai 380 C pada hari kedua dalam 10 hari pertama pascapartum. 5.Perlu untuk mematikan mikroorga-nisme. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot (diastasis rekti, kelebihan analgetik, atau anastesi). Kemungkinan dibuktikan oleh laporan rasa penuh abdomen/rektal atau tekanan, mual, defekasi kurang dari biasanya, mengejan saat defekasi, penurunan bising usus. Hasil yang diharapkan klien akan : Mendemostrasikan kembalinya motilitas usus dibuktikan oleh bising usus aktif dan keluarnya flatus. Mendapatkan kembali pola eliminasi biasanya/optimal dalam 4 hari pasca partum. Rencana tindakan Intervensi Rasional Mandiri 1.Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidaknyamanan. 2.Anjurkan cairan oral yang ade-kuat (misalnya 6 – 8 gelas/hari) bila masukan oral sudah mulai kembali. 3.Anjurkan latihan kaki dan pe-ngencangan abdominal, ting-katkan ambulasi dini. 4.Berikan analgesik 30 menit sebelum ambulasi. 5.Berikan pelunak faeces. 1.Menandakan pembentukan gas dan akumulasi atau kemungkinan ileus paralitik. 2.Makanan kasar (misalnya buah dan sayuran, khususnya dengan kulit dan bijinya) dan meningkatkan cairan yang merangsang eliminasi dan mencegah konstipasi defekasi. 3.Latihan kaki mengencangkan otot-otot abdomen dan memperbaiki mo-tilitas abdomen. Ambulasi progresif setelah 24 jam meningkatkan pristal-tik dan pengeluaran gas, dan meng-hilangkan atau mencegah nyeri kare-na gas. 4.Memudahkan kemampuan untuk ambulasi, dapat menurunkan aktivi-tas usus. 5.Melunakkan faeces, merangsang pe-ristaltik dan membantu mengembali-kan fungsi usus. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kesalahan interpretasi. Kemungkinan dibuktikan oleh mengungkapkan masalah/kesalahan konsep, keragu-raguan dalam atau ketidakadekuatan melakukan aktivitas-aktivitas, ketidaktepatan perilaku (misalnya; apatis). Hasil yang diharapkan Mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis, kebutuhan-kebutuhan individu, hasil yang diharapkan. Melakukan aktivitas-aktivitas/prosedur yang perlu dengan benar dan penjelasan alasan untuk tindakan. Rencana tindakan Intervensi Rasional 1.Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar. Bantu klien atau pasangan dalam mengi-dentifikasi kebutuhan-kebutuh-an. 2.Perhatikan status psikologis dan respons terhadap kelahiran sesaria serta peran menjadi ibu. 3.Berikan informasi yang berhubungan dengan perubah-an fisiologis dan psikologis yang normal berkenaan dengan kelahiran sesaria dan kebutuh-an-kebutuhan berkenaan de-ngan post partum. 4.Diskusikan program latihan yang tepat sesuai ketentuan. 1.Periode pascapartum dapat menjadi pengalaman positif bila kesempatan penyuluhan diberikan untuk mem-bantu mengembangkan pertumbuhan ibu, maturasi dan kompetensi. Namun, klien membutuhkan waktu untuk bergerak dari fase “mengam-bil” sampai fase “menahan” yang penerimaan dan kesiapannya diting-katkan dan ia secara emosi dan fisik siap untuk mempelajari informasi baru untuk memudahkan penguasaan peran barunya. 2.Ansietas yang berhubungan dengan kemampuan untuk merawat diri sen-diri dan anaknya, kekecewaan pada pengalaman kelahiran atau masalah-masalah berkenaan dengan perpisa-hannya dari anak dapat mempunyai dampak negatif pada kemampuan belajar dan kesiapan klien. 3.Membantu klien mengenali perubah-an normal dari respons-respons abnormal yang memerlukan tindakan status emosional klien mungkin ka-dang-kadang labil pada waktu ini sering dipengaruhi oleh kesejahtera-an fisik. Antisipasi perubahan ini dapat menurunkan stress berkenaan dengan transisi periode ini yang me-merlukan pembelajaran peran baru dan pelaksanaan tanggung jawab baru. 4.Program latihan progresif biasanya dapat dimulai bila ketidaknyamanan abdomen telah berkurang (kira-kira 3-4 minggu pasca partum). Memban-tu tonus-tonus otot, meningkatkan sirkulasi, menghasilkan gambaran keseimbangan tubuh dan meningkat-kan perasaan kesejahteraan umum. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan trauma/diversi mekanis Kemungkinan dibuktikan oleh peningkatan pengisian/distensi kandung kemih, perubahan dalam jumlah/frekuensi berkemih. Hasil yang diharapkan : Mendapatkan pola berkemih yang biasa/optimal setelah pengangkatan kateter. Mengosongkan kandung kemih pada setiap berkemih. Rencana tindakan Intervensi Rasional 1.Perhatikan dan catat jumlah, warna dan konsentrasi drainase urin. 2.Berikan cairan per-oral. Misal-nya 6 – 8 gelas perhati, bila te-pat. 3.Perhatikan tanda dan gejala infeksi saluran kemih (ISK) misal warna keruh, bau busuk) setelah pengangkatan kateter. 4.Pertahankan infus intravena selama 24 jam setelah pembe-dahan, sesuai indikasi. Tingkat-kan jumlah cairan infus bila haluaran 30 ml/jam atau kurang. 1.Oliguria (keluaran kurang dari 30 ml/jam) mungkin disebabkan kele-bihan cairan, atau efek-efek antidiu-retik dan infus oksitosin. 2.Cairan meningkatkan hidrasi dan fungsi ginjal,dan membantu mence-gah spasis kandung kemih. 3.Adanya kateter mempredisposisikan klien pada masuknya bakteri dan ISK 4.Biasanya 3 liter cairan, meliputi larutan RL, adekuat untuk menggan-tikan kehilangan dan mempertahan-kan aliran ginjal/haluaran urine. Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan dan ketahanan Kemungkinan dibuktikan oleh pengungkapan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam tingkat yang diinginkan. Hasil yang diharapkan : Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan perawatan diri. Mengidentifikasi/menggunakan sumber-sumber yang tersedia. Rencana tindakan Intervensi Rasional 1.Pastikan berat/durasi ketidak-nyamanan. Perhatikan adanya sakit kepala pasca spinal. 2.Kaji status psikologis klien 3.Ubah posisi klien setiap 1-2 jam, bantu dalam latihan paru, ambulasi dan latihan kaki. 4.Kolaborasi dalam pemberian analgesik setiap 3 – 4 jam sesuai kebutuhan. 1.Nyeri berat mempengaruhi respon emosi dan perilaku, sehingga klien mungkin tidak mampu berfokus pada aktivitas perawatan diri sampai kebu-tuhan fisiknya terhadap kenyamanan terpenuhi. Sakit kepala berat dihu-bungkan dengan posisi tegak memer-lukan modifikasi aktivitas-aktivitas dan bantuan tambahan untuk meme-nuhi kebutuhan-kebutuhan individu. 2.Pengalaman nyeri fisik mungkin di-sertai dengan nyeri mental yang mempengaruhi keinginan klien dan motivasi untuk mendapatkan otonomi. 3.Membantu mencegah komplikasi bedah seperti plebitis atau pneumo-nia yang dapat terjadi bila tingkat ketidaknyamanan mempengaruhi pengubahan/aktivitas normal klien. 4.Menurunkan ketidaknyamanan, yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk melaksanakan perawatan diri. SUMBER: Depkes, RI, Perawatan Kebidanan Yang Berorientasi Pada Keluarga, (Perawatan III), Jilid 1, Edisi 3, Jakarta, 1990. Doenges, ME dan Moorhouse, MF, Rencana Perawatan Maternal/Bayi, Edisi 2, Jakarta, EGC, 2001. Hamilton, MP, Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, Jakarta, EGC, 1995. Mansjor A, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media Aeusculapius, 1999. Mochtar Rusta, Sinopsis Obstetri, Jilid 1 dan Jilid 2, Jakarta, EGC, 1998. Prawirohardjo S, Ilmu Kebidanan dan Ilmu Bedah Kebidanan, Edisi 3, Yayasan Bina Pustaka, 1999. Prawirohardjo S, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka, 2000. Sulaiman S, Obstetri Fisiologi, Bagian Obstetri Gynekology Fakultas Kedokteran UNPAD, Bandung, 1989. DIarsipkan di bawah: 1. ASKEP ZONE

« ASKEP INFEKSI SALURAN KEMIH DAERAH KU BONE

Tinggalkan sebuah Komentar

kanker payudara

// <![CDATA[//

Kanker payudara

Langsung ke: navigasi, cari

Artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia
Merapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf atau wikifikasi artikel. Setelah dirapikan, tolong hapus pesan ini.
Wikipedia Indonesia tidak dapat bertanggung jawab dan tidak bisa menjamin bahwa informasi kedokteran yang diberikan di halaman ini adalah benar.
Mintalah pendapat dari tenaga medis yang profesional sebelum melakukan pengobatan.

Kanker payudara adalah kanker pada jaringan payudara. Ini adalah jenis kanker paling umum yang diderita kaum wanita. Kaum pria juga dapat terserang kanker payudara, walaupun kemungkinannya lebih kecil dari 1 di antara 1000. Pengobatan yang paling lazim adalah dengan pembedahan dan jika perlu dilanjutkan dengan kemoterapi maupun radiasi.

kanker

] Definisi

Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali.[1]

Selain itu, kanker payudara (Carcinoma mammae) didefinisikan sebagai suatu penyakit neoplasma yang ganas yang berasal dari parenchyma. Penyakit ini oleh Word Health Organization (WHO) dimasukkan ke dalam International Classification of Diseases (ICD) dengan kode nomor 17.[2]

[sunting] Patofisiologi

[sunting] Transformasi

Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi.

[sunting] Fase inisiasi

Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan oleh suatu agen yang disebut karsinogen, yang bisa berupa bahan kimia, virus, radiasi (penyinaran) atau sinar matahari. tetapi tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen. kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang disebut promotor, menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen. bahkan gangguan fisik menahunpun bisa membuat sel menjadi lebih peka untuk mengalami suatu keganasan.

[sunting] Fase promosi

Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh promosi. karena itu diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan (gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen).

[sunting] Klasifikasi

Berdasarkan WHO Histological Classification of breast tumor, kanker payudara diklasifikasikan sebagai berikut :

  1. Non-invasif karsinoma
 * Non-invasif duktal karsinoma
 * Lobular karsinoma in situ
  1. Invasif Karsinoma
 * Invasif duktal karsinoma
   * Papilobular karsinoma
   * Solid-tubular karsinoma
   * Scirrhous karsinoma
 * Special types
   * Mucinous karsinoma
   * Medulare karsinoma
   * Invasif lobular karsinoma
   * Adenoid cystic karsinoma
   * karsinoma sel squamos
   * karsinoma sel spindel
   * Apocrin karsinoma
   * Karsinoma dengan metaplasia kartilago atau osseus metaplasia
   * Tubular karsinoma
   * Sekretori karsinoma
   * Lainnya
  1. Paget’s Disease

[sunting] Stadium

Stadium penyakit kanker adalah suatu keadaan dari hasil penilaian dokter saat mendiagnosis suatu penyakit kanker yang diderita pasiennya, sudah sejauh manakah tingkat penyebaran kanker tersebut baik ke organ atau jaringan sekitar maupun penyebaran ketempat jauh Stadium hanya dikenal pada tumor ganas atau kanker dan tidak ada pada tumor jinak. Untuk menentukan suatu stadium, harus dilakukan pemeriksaan klinis dan ditunjang dengan pemeriksaan penunjang lainnya yaitu histopatologi atau PA, rontgen , USG, dan bila memungkinkan dengan CT Scan, scintigrafi dll. Banyak sekali cara untuk menentukan stadium, namun yang paling banyak dianut saat ini adalah stadium kanker berdasarkan klasifikasi sistim TNM yang direkomendasikan oleh UICC(International Union Against Cancer dari WHO atau World Health Organization) / AJCC(American Joint Committee On cancer yang disponsori oleh American Cancer Society dan American College of Surgeons).

[sunting] Pada sistim TNM

TNM merupakan singkatan dari “T” yaitu Tumor size atau ukuran tumor , “N” yaitu Node atau kelenjar getah bening regional dan “M” yaitu metastasis atau penyebaran jauh. Ketiga faktor T,N,M dinilai baik secara klinis sebelum dilakukan operasi , juga sesudah operasi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi (PA) . Pada kanker payudara, penilaian TNM sebagai berikut :

  • T (Tumor size), ukuran tumor :
    • T 0 : tidak ditemukan tumor primer
    • T 1 : ukuran tumor diameter 2 cm atau kurang
    • T 2 : ukuran tumor diameter antara 2-5 cm
    • T 3 : ukuran tumor diameter > 5 cm
    • T 4 : ukuran tumor berapa saja, tetapi sudah ada penyebaran ke kulit atau dinding dada atau pada keduanya , dapat berupa borok, edema atau bengkak, kulit payudara kemerahan atau ada benjolan kecil di kulit di luar tumor utama
  • N (Node), kelenjar getah bening regional (kgb) :
    • N 0 : tidak terdapat metastasis pada kgb regional di ketiak / aksilla
    • N 1 : ada metastasis ke kgb aksilla yang masih dapat digerakkan
    • N 2 : ada metastasis ke kgb aksilla yang sulit digerakkan
    • N 3 : ada metastasis ke kgb di atas tulang selangka (supraclavicula) atau pada kgb di mammary interna di dekat tulang sternum
  • M (Metastasis) , penyebaran jauh :
    • M x : metastasis jauh belum dapat dinilai
    • M 0 : tidak terdapat metastasis jauh
    • M 1 : terdapat metastasis jauh

Setelah masing-masing faktot T,N,M didapatkan, ketiga faktor tersebut kemudian digabung dan didapatkan stadium kanker sebagai berikut :

  • Stadium 0 : T0 N0 M0
  • Stadium 1 : T1 N0 M0
  • Stadium II A : T0 N1 M0 / T1 N1 M0 / T2 N0 M0
  • Stadium II B : T2 N1 M0 / T3 N0 M0
  • Stadium III A : T0 N2 M0 / T1 N2 M0 / T2 N2 M0 / T3 N1 M0 / T2 N2 M0
  • Stadium III B : T4 N0 M0 / T4 N1 M0 / T4 N2 M0
  • Stadium III C : Tiap T N3 M0
  • Stadium IV : Tiap T-Tiap N -M1

[sunting] Gejala klinis

Gejala klinis kanker payudara dapat berupa:

[sunting] Benjolan pada payudara

Umumnya berupa benjolan yang tidak nyeri pada payudara. Benjolan itu mula-mula kecil, makin lama makin besar, lalu melekat pada kulit atau menimbulkan perubahan pada kulit payudara atau pada puting susu.

[sunting] Erosi atau eksema puting susu

Kulit atau puting susu tadi menjadi tertarik ke dalam (retraksi), berwarna merah muda atau kecoklat-coklatan sampai menjadi oedema hingga kulit kelihatan seperti kulit jeruk (peau d’orange), mengkerut, atau timbul borok (ulkus) pada payudara. Borok itu makin lama makin besar dan mendalam sehingga dapat menghancurkan seluruh payudara, sering berbau busuk, dan mudah berdarah. Ciri-ciri lainnya antara lain:

  • Pendarahan pada puting susu.
  • Rasa sakit atau nyeri pada umumnya baru timbul kalau tumor sudah besar, sudah timbul borok, atau kalau sudah ada metastase ke tulang-tulang.
  • Kemudian timbul pembesaran kelenjar getah bening di ketiak, bengkak (edema) pada lengan, dan penyebaran kanker ke seluruh tubuh (Handoyo, 1990).

Kanker payudara lanjut sangat mudah dikenali dengan mengetahui kriteria operbilitas Heagensen sebagai berikut:

  • terdapat edema luas pada kulit payudara (lebih 1/3 luas kulit payudara);
  • adanya nodul satelit pada kulit payudara;
  • kanker payudara jenis mastitis karsinimatosa;
  • terdapat model parasternal;
  • terdapat nodul supraklavikula;
  • adanya edema lengan;
  • adanya metastase jauh;
  • serta terdapat dua dari tanda-tanda locally advanced, yaitu ulserasi kulit, edema kulit, kulit terfiksasi pada dinding toraks, kelenjar getah bening aksila berdiameter lebih 2,5 cm, dan kelenjar getah bening aksila melekat satu sama lain.

[sunting] Faktor-faktor penyebab

[sunting] Faktor Resiko

Menurut Moningkey dan Kodim, penyebab spesifik kanker payudara masih belum diketahui, tetapi terdapat banyak faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara diantaranya:

  1. Faktor reproduksi: Karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko terjadinya kanker payudara adalah nuliparitas, menarche pada umur muda, menopause pada umur lebih tua, dan kehamilan pertama pada umur tua. Risiko utama kanker payudara adalah bertambahnya umur. Diperkirakan, periode antara terjadinya haid pertama dengan umur saat kehamilan pertama merupakan window of initiation perkembangan kanker payudara. Secara anatomi dan fungsional, payudara akan mengalami atrofi dengan bertambahnya umur. Kurang dari 25% kanker payudara terjadi pada masa sebelum menopause sehingga diperkirakan awal terjadinya tumor terjadi jauh sebelum terjadinya perubahan klinis.
  2. Penggunaan hormon: Hormon eksogen berhubungan dengan terjadinya kanker payudara. Laporan dari Harvard School of Public Health menyatakan bahwa terdapat peningkatan kanker payudara yang bermakna pada para pengguna terapi estrogen replacement. Suatu metaanalisis menyatakan bahwa walaupun tidak terdapat risiko kanker payudara pada pengguna kontrasepsi oral, wanita yang menggunakan obat ini untuk waktu yang lama mempunyai risiko tinggi untuk mengalami kanker ini sebelum menopause.
  3. Penyakit fibrokistik: Pada wanita dengan adenosis, fibroadenoma, dan fibrosis, tidak ada peningkatan risiko terjadinya kanker payudara. Pada hiperplasis dan papiloma, risiko sedikit meningkat 1,5 sampai 2 kali. Sedangkan pada hiperplasia atipik, risiko meningkat hingga 5 kali.
  4. Obesitas: Terdapat hubungan yang positif antara berat badan dan bentuk tubuh dengan kanker payudara pada wanita pasca menopause. Variasi terhadap kekerapan kanker ini di negara-negara Barat dan bukan Barat serta perubahan kekerapan sesudah migrasi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh diet terhadap terjadinya keganasan ini.
  5. Konsumsi lemak: Konsumsi lemak diperkirakan sebagai suatu faktor risiko terjadinya kanker payudara. Willet dkk. melakukan studi prospektif selama 8 tahun tentang konsumsi lemak dan serat dalam hubungannya dengan risiko kanker payudara pada wanita umur 34 sampai 59 tahun.
  6. Radiasi: Eksposur dengan radiasi ionisasi selama atau sesudah pubertas meningkatkan terjadinya risiko kanker payudara. Dari beberapa penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa risiko kanker radiasi berhubungan secara linier dengan dosis dan umur saat terjadinya eksposur.
  7. Riwayat keluarga dan faktor genetik: Riwayat keluarga merupakan komponen yang penting dalam riwayat penderita yang akan dilaksanakan skrining untuk kanker payudara. Terdapat peningkatan risiko keganasan ini pada wanita yang keluarganya menderita kanker payudara. Pada studi genetik ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen tertentu. Apabila terdapat BRCA 1, yaitu suatu gen kerentanan terhadap kanker payudara, probabilitas untuk terjadi kanker payudara sebesar 60% pada umur 50 tahun dan sebesar 85% pada umur 70 tahun.

[sunting] Pengobatan kanker

Ada beberapa pengobatan kanker payudara yang penerapannya banyak tergantung pada stadium klinik penyakit (Tjindarbumi, 1994), yaitu:

[sunting] Mastektomi

Mastektomi adalah operasi pengangkatan payudara. Ada 3 jenis mastektomi (Hirshaut & Pressman, 1992):

  • Modified Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara, jaringan payudara di tulang dada, tulang selangka dan tulang iga, serta benjolan di sekitar ketiak.
  • Total (Simple) Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara saja, tetapi bukan kelenjar di ketiak.
  • Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan sebagian dari payudara. Biasanya disebut lumpectomy, yaitu pengangkatan hanya pada jaringan yang mengandung sel kanker, bukan seluruh payudara. Operasi ini selalu diikuti dengan pemberian radioterapi. Biasanya lumpectomy direkomendasikan pada pasien yang besar tumornya kurang dari 2 cm dan letaknya di pinggir payudara.

[sunting] Radiasi

Penyinaran/radiasi adalah proses penyinaran pada daerah yang terkena kanker dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma yang bertujuan membunuh sel kanker yang masih tersisa di payudara setelah operasi (Denton, 1996). Efek pengobatan ini tubuh menjadi lemah, nafsu makan berkurang, warna kulit di sekitar payudara menjadi hitam, serta Hb dan leukosit cenderung menurun sebagai akibat dari radiasi.

[sunting] Kemoterapi

Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil cair atau kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker. Tidak hanya sel kanker pada payudara, tapi juga di seluruh tubuh (Denton, 1996). Efek dari kemoterapi adalah pasien mengalami mual dan muntah serta rambut rontok karena pengaruh obat-obatan yang diberikan pada saat kemoterapi.

[sunting] Strategi pencegahan

Pada prinsipnya, strategi pencegahan dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu pencegahan pada lingkungan, pada pejamu, dan milestone. Hampir setiap epidemiolog sepakat bahwa pencegahan yang paling efektif bagi kejadian penyakit tidak menular adalah promosi kesehatan dan deteksi dini. Begitu pula pada kanker payudara, pencegahan yang dilakukan antara lain berupa:

[sunting] Pencegahan primer

Pencegahan primer pada kanker payudara merupakan salah satu bentuk promosi kesehatan karena dilakukan pada orang yang “sehat” melalui upaya menghindarkan diri dari keterpaparan pada berbagai faktor risiko dan melaksanakan pola hidup sehat.

[sunting] Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko untuk terkena kanker payudara. Setiap wanita yang normal dan memiliki siklus haid normal merupakan populasi at risk dari kanker payudara. Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan deteksi dini. Beberapa metode deteksi dini terus mengalami perkembangan. Skrining melalui mammografi diklaim memiliki akurasi 90% dari semua penderita kanker payudara, tetapi keterpaparan terus-menerus pada mammografi pada wanita yang sehat merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker payudara. Karena itu, skrining dengan mammografi tetap dapat dilaksanakan dengan beberapa pertimbangan antara lain:

  • Wanita yang sudah mencapai usia 40 tahun dianjurkan melakukan cancer risk assessement survey.
  • Pada wanita dengan faktor risiko mendapat rujukan untuk dilakukan mammografi setiap tahun.
  • Wanita normal mendapat rujukan mammografi setiap 2 tahun sampai mencapai usia 50 tahun.

Foster dan Constanta menemukan bahwa kematian oleh kanker payudara lebih sedikit pada wanita yang melakukan pemeriksaan SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri) dibandingkan yang tidak. Walaupun sensitivitas SADARI untuk mendeteksi kanker payudara hanya 26%, bila dikombinasikan dengan mammografi maka sensitivitas mendeteksi secara dini menjadi 75%.

[sunting] Pencegahan tertier

Pencegahan tertier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita kanker payudara. Penanganan yang tepat penderita kanker payudara sesuai dengan stadiumnya akan dapat mengurangi kecatatan dan memperpanjang harapan hidup penderita. Pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita serta mencegah komplikasi penyakit dan meneruskan pengobatan. Tindakan pengobatan dapat berupa operasi walaupun tidak berpengaruh banyak terhadap ketahanan hidup penderita. Bila kanker telah jauh bermetastasis, dilakukan tindakan kemoterapi dengan sitostatika. Pada stadium tertentu, pengobatan diberikan hanya berupa simptomatik dan dianjurkan untuk mencari pengobatan alternatif.

// <![CDATA[//

Tinggalkan sebuah Komentar

Hello world!

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!

Comments (1)